PERAN ZAT GIZI UNTUK SISTEM IMUN TUBUH
Oleh : ANNAS BUANASITA, SKM.,M.Gizi

Secara umum diterima bahwa gizi merupakan salah satu determinan penting respons imunitas. Penelitian epidemiologis dan klinis menunjukkan bahwa kekurangan gizi menghambat respons imunitas dan meningkatkan resiko penyakit infeksi. Sanitasi dan hygiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan pengetahuan gizi yang tidak memadai berkontribusi terhadap kerentanan terhadap penyakit infeksi. Berbagai penelitian yang dilakukan selama kurun waktu 35 tahun yang lalu membuktikan bahwa gangguan imunitas adalah suatu faktor antara (intermediate factor) kaitan gizi dengan penyakit infeksi1 (Unicef, 1997).
Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tubuh, ada 2 pengelompokan besar dari zat gizi yaitu zat gizi Makro dan zat gizi Mikro. Zat gizi makro merupakan zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi makro adalah karbohidrat, protein dan lemak. Zat gizi makro ini biasanya menggunakan satuan gram. Zat gizi mikro merupakan zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil atau sedikit. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi mikro adalah mineral dan vitamin. Zat gizi mikro menggunakan satuan mg untuk sebagian besar mineral dan vitamin. Contoh zat gizi mikro di antaranya adalah beragam jenis vitamin mulai dari vitamin A, B, C, D, E, K dan berbagai jenis mineral seperti zat besi, yodium, seng, dsb.

1. Zat Gizi Makro
Zat Gizi makro yang erat kaitannya dengan status gizi dan imunitas adalah energi dan protein. Energi itu sendiri didapatkan dari sumbangan besar dari protein, karbohidrat dan lemak disamping sumbangan kecil dari vitamin dan mineral. Dampak nyata kekurangan energi dan protein adalah timbulnya penyakit infeksi, terutama pada bayi dan anak-anak berdasarkan penelitian secara luas. Intervensi gizi (energi dan protein) pada bayi dan anak-anak dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian di Asia dan Amerika Latin. Berbagai penelitian juga telah secara meyakinkan menunjukkan bahwa peranan gizi pada penurunan angka kematian dan kematian ini adalah melalui perbaikan pada fungsi imunitas. Kekurangan energi protein, misalnya berkaitan dengan gangguan imunitas berperantara sel (cell-mediated immunity), fungsi fagosit, sistem komplemen, sekresi antibodi imunoglobulin A dan produksi sitokin.

2. Zat Gizi Mikro
Seperti telah disebutkan di depan bahwa zat gizi mikro meliputi vitamin dan mineral. Vitamin adalah komponen organik yang diperlukan dalam jumlah kecil, namun sangat penting untuk reaksi-reaksi metabolik di dalam tubuh dan sel, serta diperlukan untuk pertumbuhan normal dan pemeliharaan kesehatan. Beberapa vitamin berfungsi sebagai koenzim yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang esensial atau penting di dalam tubuh. Sebagian besar koenzim terdapat dalam bentuk apoenzim, yaitu vitamin yang terikat dengan protein.
Mineral terutama mineral mikro terdapat dalam jumlah sangat kecil di dalam tubuh, namun mempunyai peranan penting untuk kehidupan dan kesehatan. Salah satu peranan penting dari vitamin dan mineral tersebut yaitu dalam mempertahankan sistem kekebalan tubuh yang sehat. Contoh zat gizi mikro di antaranya adalah beragam jenis vitamin mulai dari vitamin A, B, C, D, E, K dan berbagai jenis mineral seperti zat besi, yodium, seng, dsb.
Perlu diketahui bahwa sebagian besar vitamin dan seluruh mineral tidak dapat disintesa oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan terutama buah, sayur dan pangan hewani. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral ini maka diperlukan konsumsi makanan yang seimbang dan beragam. Dalam kenyataannya pada kondisi tertentu tidak semua vitamin dan mineral yang berasal dari makanan dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan, maka pada kondisi seperti ini dapat dipenuhi dengan konsumsi suplementasi vitamin dan mineral. Kelompok dengan kondisi tersebut di atas disebut juga kelompok rawan meliputi kelompok lansia, anak-anak, kelompok individu dengan kondisi sosial ekonomi rendah, pengungsi, penduduk dalam kondisi darurat dan wanita hamil serta wanita usia subur (WUS). Kelompok lain yang memerlukan tambahan vitamin dan mineral adalah perokok, orang yang terpapar stres oksidatif, terpapar polusi dan pengkonsumsi alkohol berat.

Lalu Apa Sistem Imun Tubuh Itu ?
Secara singkat, imunitas dapat diartikan sebagai pertahanan tubuh terhadap penyakit infeksi. Pertahanan tubuh (imun) ini memiliki dua sistem, yaitu sistem pertahanan tubuh bawaan (innate immune system) yang bersifat nonspesifik dan sistem pertahanan tubuh adaptif (adaptive immune system) yang lebih spesifik.

i. Sistem imun bawaan (innate immune system) atau sistem imun nonspesifik
Secara alami, manusia telah dianugerahi sistem pertahanan tubuh untuk melawan penyakit sejak dilahirkan. Sistem tersebut dikenal dengan sistem pertahanan tubuh bawaan (innate immune system). Sistem imunitas bawaan ini berada di garis depan (front liner) perlawanan terhadap penyakit dan reaksinya sangat cepat (dalam hitungan menit).
Sistem imunitas bawaan memiliki empat komponen yang akan bekerja saat ada serangan patogen, yaitu :
1. Pembatas alami (natural barrier), seperti kulit dan mukus membran.
2. Pertahanan sel, seperti neutrofil, makrofag, natural killer (NK) cells, dan mast cell.
3. Zat mediator terlarut yang segera diaktivasi begitu tubuh mengetahui ada patogen yang masuk. Zat tersebut antara lain kinin, sitokin, dan interferon.
4. Pattern recognition molecule, yang memiliki reseptor terhadap keberadaan patogen seperti toll-like-receptors TLRs, retinoic acid-inducible gene I (RIG-I; also known as DDX58), dan NOD-like receptors (NLRs)

Gambar 1. Komponen sistem pertahanan tubuh bawaan (innate)

Sistem imunitas bawaan ini bersifat tidak spesifik terhadap patogen yang masuk ke dalam tubuh dan tidak memiliki memori jangka panjang mengenai patogen apa yang pernah dilawan.

ii. Sistem imun adaptif
Jika ada patogen (benda asing yang dapat masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan penyakit infeksi seperti jamur, virus, bakteri, atau parasit), maka sistem imun bawaan (innate) selanjutnya akan mengirimkan sinyal kepada sistem imun adaptif untuk bekerja sama. Tidak seperti sistem imun bawaan, sistem imun adaptif ini memiliki memori jangka panjang terhadap patogen spesifik yang pernah ia lawan. Oleh sebab itu, seseorang yang pernah sembuh dari penyakit cacar, maka seumur hidupnya dia akan terlindungi sepanjang hidupnya dari penyakit yang sama karena adanya sistem imunitas adaptif.
Seorang bayi yang terlahir dengan gangguan sistem imun adaptif yang parah, berisiko mengalami kematian oleh infeksi patogen. Oleh sebab itu, bayi tersebut memerlukan isolasi dan perawatan intensif untuk mencegah penularan penyakit.
Zat asing yang mampu memicu respon sistem imun adaptif disebut sebagai antigen (antibody generator). Berkat kemajuan IPTEK, kini sistem pertahanan tubuh adaptif dapat diperoleh secara buatan dengan proses memasukkan zat asing yang tidak berbahaya ke dalam tubuh. Proses ini kita kenal dengan imunisasi.
Garis besarnya, respon sistem imun adaptif ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu respon antibodi dan respon imun yang dimediasi sel (cell-mediated immune response). Kedua respon tersebut dibawa oleh limfosit untuk membunuh patogen sasaran.
a. Respon antibodi, dibawa oleh limfosit yang bernama B-cell. Jika diaktifkan, B-cell ini dapat mengeluarkan antibodi yang dikenal dengan nama imunoglobulin. Imunoglobulin dapat beredar di dalam aliran darah dan dapat masuk ke dalam cairan tubuh lainnya, berfungsi untuk menonaktifkan virus dan racun mikroba dengan cara menghalangi mereka untuk berikatan dengan sel inang. Selain itu, antibodi juga dapat merusak patogen sehingga memudahkan sistem imun bawaan (innate), terutama sel fagosit, untuk melahap patogen yang telah dilumpuhkan tersebut.
b. Respon imun yang dimediasi sel, dibawa oleh limfosit yang bernama T-cell. T-cell dapat diaktifkan dan secara langsung akan menyerang sel inang yang memiliki antigen asing. Jadi, fungsi dari T-cell ini utamanya adalah untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi sebelum si virus dapat bereplikasi menjadi banyak. Selain itu, T-cell juga dapat menghasilkan molekul sebagai sebuah sinyal untuk mengaktifkan makrofag yang dapat memusnahkan fagosit yang telah mengikat mikroba asing.


Gambar 2. Limfosit yang membawa respon sistem imun adaptif, baik respon antibodi maupun respon yang dimediasi sel. Limfosit akan bereaksi dengan adanya infeksi virus, dengan 2 cara:

1) B-cell akan mengeluarkan antibodi yang menetralkan virus dengan cara mencegah virus bersatu dengan sel inang.

2) T-cell akan membunuh sel inang yang terinfeksi virus untuk mencegah virus bereplikasi.

Lalu Apa saja Zat Gizi Itu ?

Zat gizi merupakan determinan penting bagi respons imunitas. Perbaikan pada fungsi imunitas merupakan faktor antara peran gizi pada pencegahan penyakit infeksi. Gizi dan penyakti infeksi berkaitan secara sinergistis. Penelitian banyak yang menghasilkan paradigma baru kaitan antara gizi (diet) dan patogen (agen), yaitu diet diketahui mempengaruhi agen (misalnya terjadi mutasi virus) seperti Covid seperti sekarang ini.

1. Protein
Ketika sedang sakit dan imunitas atau daya tahan tubuh menurun, disarankan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung protein. Protein mampu mendongkrak pembentukan sel-sel imun yang dibutuhkan untuk melawan penyakit. Untuk pencegahan maka hendaknya protein hewani maupun nabati harus selalu ada dalam makanan kita. Protein yang berasal dari hewani seperti telur, daging ayam, ikan laut maupun ikan tawar, daging sapi, daging kerbau dan lain-lain. Sedangkan pangan yang berasal dari protein nabati adalah dari kacang-kacangan dan olahannya seperti kacang hijau, kacang merah, kacang kedelai, tahu dan tempe.
Pangan hewani mempunyai asam amino yang lebih lengkap dan mempunyai mutu zat gizi yaitu protein, vitamin dan mineral lebih baik, karena kandungan zat-zat gizi tersebut lebih banyak dan mudah diserap tubuh. Tetapi pangan hewani mengandung tinggi kolesterol (kecuali ikan) dan lemak. Lemak dari daging dan unggas lebih banyak mengandung lemak jenuh. Kolesterol dan lemak jenuh diperlukan tubuh terutama pada anak-anak tetapi perlu dibatasai asupannya pada orang dewasa.
Pangan protein nabati mempunyai keunggulan mengandung proporsi lemak tidak jenuh yang lebih banyak dibanding pangan hewani. Juga mengandung isoflavon, yaitu kandungan fitokimia sebagai antioksidan serta anti-kolesterol. Konsumsi kedelai dan tempe telah terbukti dapat menurunkan kolesterol dan mampu menangkal racun racun dan radikal bebas dalam tubuh

2. Vitamin A
Dalam kaitannya dengan fungsi imunitas vitamin yang menarik perhatian dan yang sering menjadi fokus penelitian adalah vitamin A, vitamin E, vitamin C, dan kelompok vitamin B. Di antara vitamin tersebut, vitamin A adalah yang paling luas diteliti.
Vitamin A mempunyai peranan penting didalam pemeliharaan sel epitel. Sel epitel merupakan salah satu jaringan tubuh yang terlibat didalam fungsi imunitas non-spesifik. Imunitas non-spesifik melibatkan pertahanan fisik seperti kulit, selaput lendir, silia saluran nafas. Kita tahu bersama bahwa virus novel corona ini atau Covid-19 ini akan membahayakan kesehatan manusia bila sudah berada dalam saluran pernafasan. Jika vitamin A cukup, maka pertahanan dan kesehatan saluran nafas juga menjadi optimal. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa anak-anak kekurangan vitamin A beresiko menderita penyakit saluran pernafasan dan mengalami keparahan penyakit diare. Vitamin A secara luas berperan pada fungsi imunitas. Vitamin A sangat penting untuk memelihara integritas epitel, termasuk epitel usus. Hal ini berkaitan dengan hambatan fisik terhadap patogen dan imunitas mukosal.
Beberapa sumber Vitamin A yang banyak kita jumpai adalah semua sayuran berwarna seperti wortel, bayam, kangkung, labu kuning, cabe merah. Vitamin A yang mudah diserap banyak terdapat pada kuning telur, mentega, hati ayam dan minyak ikan. Vitamin A tidak hanya berfungsi sebagai penjaga kesehatan mata, namun juga sebagai tentara untuk menjaga daya tahan tubuh kita.

3. Vitamin B kompleks
Vitamin B kompleks adalah vitamin B yang terdiri dari delapan jenis yaitu B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B3 (niacin), B5 (pantothenic acid), B6 (pyridoxine), B7 (biotin), B9 (folic acid) dan B12 (cobalamin). Setiap jenis vitamin B bermanfaat untuk mendukung kinerja tubuh kita. Vitamin B memiliki peran masing-masing dalam fungsinya dalam metabolisme tubuh sehingga secara tidak langsung mampu meningkatkan kekebalan tubuh. Yang paling sering memiliki kontribusi besar dalam imunitas adalah B3, B6 dan B9 serta B12 Vitamin B kompleks sangat dibutuhkan oleh ibu hamil selama kehamilannya.
a. Vitamin B1 (Thiamine) memiliki fungsi untuk meningkatkan energi. Vitamin ini mendorong sel tubuh agar memproduksi energi. Selain itu, manfaat lainnya adalah untuk kesehatan jantung dan metabolisme karbohidrat.
b. Vitamin B2 (Riboflavin) dipercaya sangat berguna mampu melindungi tubuh dari sejumlah penyakit berbahaya seperti kanker atau katarak.
c. Vitamin B3 (Niacin) bermanfaat untuk menurunkan kadar kolesterol, mengurangi depresi dan mengatasi masalah sendi.
d. Vitamin B5 (Asam Panthothenate) berkhasiat untuk mengatasi kelelahan, meningkatkan sistem saraf dan metabolisme, serta mengurangi alergi.
e. Vitamin B6 (Pyridoxine) bertugas untuk membantu produksi sel darah merah. Selain itu juga dapat meringankan gejala darah tinggi.
f. Vitamin B7 (Biotin) merupakan vitamin yang berperan dalam pelepasan energi dari karbohidrat. Vitamin ini juga berperan dalam pertumbuhan rambut dan kuku.
g. Vitamin B9 (Asam Folat) berperan penting membentuk hemoglobin, perkembangan janin dan mengobati anemia.

Vitamin B3 banyak terdapat pada susu, telur, ikan, kacang-kacangan dan daging. Sedangkan vitamin B12 sangat membantu kesehatan saluran pencernaan dan sistem imunitas. Vitamin B6 ada terdapat pada ikan, ayam, hati ayam, salmon, pisang, kentang, daging sapi, nasi dan beras yang sedikit berwarna coklat. Vitamin B12 banyak terdapat pada susu, telur, keju, ikan makarel, daging, kuning telur dan tempe.

4. Vitamin C
Vitamin C dikenal sebagai antioksidan yang membantu menetralisir radikal bebas. Vitamin C sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam mereduksi beberapa reaksi kimia, salah satunya vitamin C mampu mereduksi spesies oksigen reaktif (SOR). Vitamin C juga mempunyai peran sebagai donor elektron. Kemampuan vitamin C sebagai donor elektron membuat vitamin C menjadi sangat efektif sebagai antioksidan karena vitamin C dapat dengan cepat memutus rantai reaksi SOR (Spesies Oksigen Reaktif) dan SNR (Spesies Nitrogen Reaktif).
Peran vitamin C di dalam sistem imun terkait erat dengan peran vitamin C sebagai antioksidan. Oleh karena vitamin C mudah mendonorkan elektronnya ke radikal bebas maka sel-sel termasuk sel imun terlindung dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Sumber vitamin C banyak terdapat pada sayuran dan buah terutama adalah pada jambu biji, pepaya, brokoli, cabe merah, strawberry, lemon, jeruk dan kiwi.

5. Vitamin E
Vitamin E sering disebut sebagai vitamin antioksidan. Hal ini dikarenakan perannya untuk menangkal radikal bebas. Karena kemampuannya menahan tekanan radikal oksidatif ini pula vitamin E disebut sebagai vitamin antipenuaan.
Selain sebagai antioksidan, vitamin E juga dikenal sebagai zat gizi penting untuk pencegahan penyakit infeksi. Penelitian pada berbagai jenis hewan coba mengindikasikan bahwa vitamin antioksidan berkaitan dengan peningkatan fungsi imunitas (Bendich, 1990 dalam Pallast et al., 1999). Sumber vitamin E ada terdapat pada minyak bunga matahari, minyak wijen, minyak kelapa sawit, minyak kacang kedelai, minyak zaitun, minyak kacang tanah.

6. Mineral Selenium
Selenium (Se) adalah suatu zat gizi mikro (trace element) yang sangat esensial pada sejumlah protein yang berkaitan dengan fungsi enzim, termasuk glutation peroksidase, glutation reduktase, dan tioredoksin reduktase. Selenoprotein (ikatan antara Se dan protein) dipercaya memainkan peran penting sebagai enzim antioksidan (selenosistein) (Beck, 2001). Selenium berperan penting dalam fungsi imunitas. Selenium mempengaruhi baik sistem imunitas bawaan (innate), nonadaptif, dan buatan (aquired). Selain itu, Se mempengaruhi fungsi neutrofil (Arthur, 2003).

7. Mineral Zinc
Mikromineral lain yang tak kalah pentingnya pada fungsi imunitas adalah seng (Zn). Asupan zinc merupakan faktor penting pada modulasi respons imunitas berperantara sel. Kekurangan zinc berdampak pada penurunan respons pembentukan antibodi dalam limfa (Chandra and Au, 1980). Kekurangan zinc juga berkaitan dengan respons imunitas yang diindikasikan oleh kuantitas limposit dalam darah perifer, proliferasi T-lymphocyte, pelepasan IL-2, atau citotoksik limposit (Keen and Gerswhin, 1990).
Suplemetasi zinc pada orang usia lanjut yang kekurangan seng dapat memperbaiki respons imunitas (Lesourd, 1997). Suplementasi zinc bersama-sama dengan mikromineral lain (selenium dan kuprum) juga menurunkan infeksi bronchopneumonia dan mempersingkat waktu rawat pasien yang menderita luka bakar (Berger et al., 1998).
Beberapa bahan makanan yang kaya zinc adalah kerang-kerangan, daging merah, kacang kacangan, produk susu seperti yogurt dan keju, telur, biji-bijian utuh seperti kuaci, kacang kemiri, kentang dan cokelat hitam.

8. Mineral Fe
Seperti kita ketahui bahwa zat besi sangat berperan dalam sintesa hemoglobin dan terkait erat dengan masalah anemia. Peranan zat besi berhubungan dengan kemampuannya dalam reaksi oksidasi dan reduksi, zat besi merupakan unsur yang sangat reaktif sehingga mampu berinteraksi dengan oksigen. Sebagian besar zat besi berada dalam hemoglobin, hemoglobin didalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan tubuh, selain itu zat besi juga berperan dalam imunitas dan pembentukan sel-sel limfosit. Disamping itu dua protein pengikat besi yaitu transferin dan laktoferin dapat mencegah terjadinya infeksi dengan cara memisahkan besi dari mikroorganisme, karena besi diperlukan oleh mikroorganisme untuk berkembang biak. Beberapa bahan makanan yang kaya akan zat besi adalah daging merah, kuning telur, kacang-kacangan, bayam, hati, ikan dan tiram.

DAFTAR PUSTAKA
Alberts B, Johnson A, Lewis J, et al. Molecular Biology of the Cell. 4th edition. New York: Garland Science; 2002. Chapter 24, The Adaptive Immune System. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK21070/
Albiner Siagaan, Gizi, Imunitas dan Penyakit Infeksi, Jurnal Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, FKM-USU, Sumatra Utara, 2015
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK-RI) tahun 2019 tentang Angka kecukupan Gizi Yang Dianjurkan untuk Indonesia, Jakarta, 2019
Kemenkes RI, Makanan Bergizi untuk Menjaga Kesehatan Tubuh, Instalasi Gizi RSUP Dr. Cipto Manynkususmo, Jakarta, 2020
Rita Ramayulis, Gizi dan Imunitas : Dikonversi, Ppt Unpublished Report, Jakarta, 2020
Unicef, Health Conceptual framework, 1997

PERAN ZAT GIZI UNTUK SISTEM IMUN TUBUH

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *